Perilaku yang Baik

Lenny Sifera Neman
6 min readAug 30, 2020

Kita sering bertemu dengan orang Kristen yang imannya besar, mengerti Firman, aktif melayani, bisa mendengar suara Tuhan tetapi dalam kehidupannya tidak menjadi contoh buat orang lain karena sikapnya yang tidak baik. Ada satu pepatah yang berkata “Your Attitude Determines Your Altitude” yang artinya, sikap anda akan menentukan seberapa tinggi anda bisa diangkat. Sebagai seorang Kristen, terkadang untuk memenangkan jiwa, kita tidak harus mempunyai titel Sarjana Theologia atau hafal bahasa Ibrani dan Yunani. Dengan memiliki perilaku yang baik (good attitude) saja orang yang tidak mengenal Yesus bisa diberkati.

Mengapa kita harus mempunyai Perilaku yang Baik?

1. HIDUP KITA ADALAH KITAB TERBUKA

Kitab 2 Korintus 3:2 berkata, “Kamu adalah surat pujian kami yang tertulis dalam hati kami dan yang dikenal dan yang dapat dibaca oleh semua orang.

Beberapa waktu yang lalu ada seorang teman saya yang bercerita bahwa beberapa hari sebelumnya, selagi dia menyetir mobil sehabis dari mengantarkan anaknya ke sekolah, teman saya ini menerima telephone, dan dia tidak tahu kalau pagi itu ada polisi yang bertugas di belokan jalan. Tentu saja menerima telephone di saat menyetir membahayakan diri dan melanggar aturan lalu-lintas yang berlaku, namun terkadang oleh karena kebiasaan kita yang kurang baik hal ini kita lakukan. Ketika polisi ini melihat teman saya menyetir sambil memegang telephone, dia ini memberi tanda kepada teman saya agar menepikan mobilnya untuk ditilang. Teman saya ini sadar kalau dia memang bersalah, namun dia tidak ingin ditilang, maka dia langsung melemparkan handphone nya ke bawah. Ketika dia membuka kaca, bapak Polisi menanyakan surat-surat kendaraannya, lalu berkata, “Ibu, tentu Ibu tahu kalau tidak boleh menelephone selagi mengendarai kendaraan?” Teman saya ini tanpa berpikir panjang langsung mengelak, “Siapa pak yang telephone? Saya tidak pegang telephone.” Kemudian selama beberapa menit teman saya ini berusaha untuk menyangkali kesalahannya agar tidak ditilang. Tetapi tiba-tiba bapak Polisi tersebut berkata, “Ibu, jangan berbohong, kita ini sama-sama orang Kristen.” Ketika bapak Polisi berkata demikian, teman saya ini merasa sangat malu dan menyesal, dia lalu meminta maaf kepada bapak Polisi tersebut.

Berapa banyak dari kita yang pernah mengalami hal semacam ini? Tanpa kita sadari kita tidak menjadi contoh yang baik buat orang-orang di luar sana. Untungnya bapak Polisi tadi dengan teman saya sama-sama orang Kristen, kalau bukan, bisa-bisa dia melihat bahwa orang Kristen biasa berbohong, tidak ada bedanya dengan orang yang tidak takut akan Tuhan.

Kadang-kadang mobil kita, kita tempeli stiker merk gereja atau lambang orang Kristen, bahkan saya pernah lihat mobil bertuliskan ayat Alkitab yang besar di kaca belakang. Tetapi yang menjadi masalah, mobilnya sudah bertobat, pengemudinya belum. Jalannya potong sana-potong sini, menyalip kendaraan lain seenaknya, menerobos lampu merah, melanggar aturan lalu lintas, dsb.

Mengapa ketika orang Kristen berbuat sesuatu yang salah maka akan banyak orang yang mencela lebih daripada kalau itu dilakukan oleh orang yang bukan Kristen? “Orang Kristen koq seperti itu?” begitu mungkin pertanyaannya. Jawabannya adalah karena punya ekspektasi atau standard yang tinggi kepada kita, anak-anak Tuhan.

Maka jadilah kitab terbuka di manapun dan kemanapun kita pergi, sehingga tanpa perkataanpun orang yang belum mengenal Yesus bisa diberkati melalui sikap dan tingkah-laku kita.

2. KITA ADALAH GARAM DAN TERANG DUNIA

Kitab Matius 5:13–14, 16 berkata, “Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi… Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.

Melalui hidup kita, hendaklah kita bisa menjadi contoh yang baik di manapun kita berada, agar orang yang terpengaruh dengan kita, bukan kita yang terpengaruh orang lain. Menjadi anak-anak Tuhan juga bukan berarti bisa mencari keuntungan bagi diri sendiri dengan mengatas-namakan Kristus dan gerejaNya, namun sebaliknya agar kita bisa menjadi saluran berkat bagi sesama kita. Bukankah salah satu sifat Kasih adalah “tidak mencari keuntungan diri sendiri?

Di dalam II Raja-raja 5:19–27, kita membaca bagaimana Gehazi sebagai hamba Elisa tidak mau rugi, dia mengatas-namakan jabatan Elisa untuk mendapatkan keuntungan dari Naaman.

Seorang teman saya suatu hari bercerita, Tantenya menikah dengan seorang hamba Tuhan yang cukup dihormati, karena beliau adalah seorang hamba Tuhan senior dan cukup terkenal khususnya di kalangan organisasi antar gereja. Suatu kali teman saya ini menemani Tantenya melihat-lihat baju di satu boutique. Rupanya pemilik boutique tersebut adalah seorang anak Tuhan, karena di tokonya tersebut diputar lagu rohani. Ketika Tante teman saya ini menyadari hal itu, dia langsung menuju ke meja kasir di mana sang pemilik berada, lalu setelah berbasa-basi sebentar Tante teman saya ini bilang kalau dia adalah istri seorang hamba Tuhan, lalu dia menyebutkan nama suaminya, dan ternyata sang pemilik boutique tersebut mengenal beliau melalui khotbah-khotbahnya di radio. Setelah melihat itu lalu Tante teman saya berkata, “Kita khan sama-sama anak Tuhan, apa tidak diberi diskon?” Singkatnya, si pemilik boutique pun memberikan diskon pada Tante teman saya ini, walau entah dengan sukarela atau terpaksa.

Janganlah kita mengatas-namakan gereja dan status kita sebagai anak Tuhan untuk dapatkan diskon, potongan harga, atau fasilitas tertentu. Kalau anda belum bisa beli, tahan dulu. Kalau anda tidak bisa bikin pesta yang meriah, pesta yang sederhana pun tidak apa-apa, yang penting berkesan. Perayaan Natal tidak bisa di hotel berbintang tidak apa-apa, yang penting kebersamaan kita, di mana Tuhan hadir dan jemaat diberkati. Karena dengan kita mengatas-namakan gereja dan status kita sebagai anak Tuhan untuk minta diskon atau potongan harga, sama artinya dengan kita menurunkan standard gereja, menurunkan diri kita sendiri sebagai anak-anak Tuhan, lebih lagi kita mempermalukan nama Tuhan yang adalah Jehovah Jireh, Allah yang menyediakan.

3. SEMUA DIMULAI DARI DIRI KITA

Kitab Matius 7:12 berkata, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka. Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Matius 7:12 ini sering dikenal dengan nama Golden Rule atau Peraturan Emasnya orang Kristen. Golden Rule adalah perlakukan orang lain seperti anda ingin diperlakukan. Itulah rangkuman dari seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi. “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka…” Kalau kita ingin dihargai, belajarlah untuk menghargai orang. Kalau kita mau dihormati, belajarlah untuk menghormati orang.

Para suami yang ingin dihargai istri, hargailah istrimu terlebih dulu, dan begitu pula sebaliknya. Orang tua yang ingin dihargai anak-anaknya, belajarlah menghargai anak-anakmu. Boss yang ingin dihargai anak buah, belajarlah menghargai anak buahmu. Belajarlah menghargai orang apapun profesinya.

Untuk bisa dihormati orang, kita tidak perlu mengeluarkan uang untuk membayarnya, melainkan hormati orang lain maka kita juga akan dihormati. Kalau kita mau mendapatkan perlakuan yang ramah dari orang lain, belajarlah ramah terlebih dahulu. Kalau kita ingin supaya orang lain tidak ingkar janji dengan kita, belajarlah menepati janji.

Filipi 2:4 berkata, “…dan janganlah tiap-tiap orang hanya memperhatikan kepentingannya sendiri, tetapi kepentingan orang lain juga.” Menjadi orang yang mempunyai good attitude itu tidak akan rugi. Suatu waktu di hari Minggu, saya dan anak saya pulang dari ibadah, kami memutuskan untuk makan siang di sebuah restoran mie di sebuah pusat perbelanjaan. Ternyata ketika kami datang, restoran tersebut sudah ramai, tapi untungnya kami masih bisa kebagian meja dan kamipun kemudian memesan makanan. Setelah sekitar setengah jam, makanan yang kami pesan belum juga datang, saya memanggil salah satu pelayan untuk mengecek pesanan kami, katanya, “Sedang diproses.” Tapi setelah 15 menit belum juga datang, saya memanggil salah satu pelayan lagi, jawabannya sama, “Sedang diproses.” Mungkin saya bisa menahan lapar, tapi anak saya sudah mulai gelisah, dan sebagai seorang ibu, sangat tidak tega melihat anak mulai kelaparan. Sesudah hampir satu setengah jam menunggu, kesabaran saya habis sudah, saya akhirnya melambaikan tangan kepada Manager restoran tersebut dengan tujuan mau meluapkan emosi saya. Tetapi ketika melihat dia berjalan menuju meja saya, Roh Kudus mengingatkan saya, “Kamu adalah pelayan Tuhan, kamu baru selesai ibadah, dan kamu bersama anakmu, tindakanmu selain tidak menjadi berkat, juga bisa dicontoh oleh anakmu.”

Ketika Manager itu tiba di meja saya, saya hanya berkata dengan nada datar, “Pak, kami sudah menunggu satu setengah jam, tapi makanannya belum keluar. Anak saya sudah lapar. Minta tolong dicek ya, Pak.” Dengan sigap Manager tersebut langsung menuju ke dapur, dan dalam waktu kurang dari 5 menit kemudian semua pesanan kami sudah siap di atas meja. Semua sesederhana itu. Bisa dibayangkan kalau saya emosi dan marah-marah, tentu Manager tersebut juga akan merasa kesal. Mungkin dia tetap akan melayani saya, tetapi saya sudah gagal menjadi contoh yang baik buat anak saya.

Untuk melihat warna asli dari karakter seseorang adalah ketika dia marah, sedih, dan dalam keadaan tertekan. Menjadi orang yang memiliki good attitude memang tidaklah mudah apalagi di tengah situasi dan kondisi yang tidak mendukung, tetapi itulah yang Tuhan mau dari kita anak-anakNya. 1 Timotius 4:12 berkata, “Jangan seorangpun menganggap engkau rendah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.

Amin.

Oleh: Lenny Sifera Neman, A.Md

(Artikel ini sebelumnya pernah disampaikan dalam khotbah di GPPS Sungai Sukacita, Surabaya di tahun 2019)

--

--

Lenny Sifera Neman

Every season in my life has its own story, through ups and downs, laughter and tears. Yet, His love and guidance are perfect and never change. Psalm 37:23-24