Anak Pendeta Harus Jadi Pendeta? (Does Pastor’s Child have to be a Pastor as well?)

Lenny Sifera Neman
5 min readAug 3, 2020

Kita seringkali membaca di koran dan majalah ataupun menonton berita di televisi tentang orang-orang terkenal: selebritis, pengusaha, pejabat, dan lain sebagainya. Kehidupan mereka sering menjadi sorotan, namun tidak jarang kehidupan anak-anak mereka pun menjadi sorotan media, ada anak pengusaha ternama atau anak selebritis yang tertangkap karena kasus narkoba, perkelahian, dan kasus-kasus lainnya. Namun ada juga yang memiliki prestasi dan bahkan lebih sukses dari orang tuanya. Itulah yang terjadi di dunia sekuler.

Ternyata bukan hanya anak selebritis, pejabat, pengusaha dan orang terkenal saja yang menjadi sorotan. Di dalam gereja, anak-anak pendeta juga menjadi sorotan, apalagi ketika mereka keluar dari lingkungan gereja, setiap tingkah-laku mereka menjadi sorotan, baik oleh jemaat maupun orang-orang di lingkungan di mana mereka berada.

Mari kita bandingkan dua ayat berikut ini: (I Samuel 2:12), “Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan…” ; (Bilangan 3:2–3), “Nama anak-anak Harun, ialah: yang sulung Nadab, kemudian Abihu, Eleazar, dan Itamar. Itulah nama anak-anak Harun, imam-imam yang diurapi, yang telah ditahbiskan untuk memegang jabatan imam.

Eli dan Harun memiliki profesi yang sama, yaitu sebagai imam bangsa Israel, tetapi jika kita perhatikan ada yang berbeda dalam kehidupan mereka, yaitu karakter anak-anak mereka. Anak-anak Imam Eli adalah orang-orang dursila, sedangkan anak-anak Imam Harun adalah orang-orang yang diurapi. Di sini dapat kita lihat bahwa Alkitab juga menyoroti kehidupan anak-anak imam, atau saat ini kita kenal sebagai anak-anak hamba Tuhan, pendeta, dan gembala sidang.

Orang sering menghubungkan apa yang dilakukan anak pendeta dengan profesi ayah mereka. Terkadang menyandang “gelar” anak pendeta adalah seperti sebuah tekanan. Kami tidak pernah memilih dan meminta untuk lahir sebagai anak seorang pendeta, bahkan menolaknya pun kami tidak bisa.

Namun jemaat sering “menuntut” anak pendeta harus seperti ayahnya, baik itu kerohaniannya, karakternya, sifatnya, maupun kesuksesannya. Di sekolah pun seperti ada sebuah tuntutan bahwa anak pendeta harus lebih baik, lebih rohani, dan bahkan lebih pintar dari anak-anak yang lain.

Saya masih ingat ketika duduk di bangku SMP, saya membawa permen butter nut banyak sekali saat itu dan membagikannya ke beberapa teman sekelas saat pergantian pelajaran. Ternyata teman-teman saya tertangkap basah oleh ibu guru sedang makan permen saat jam pelajaran berlangsung. Ketika mereka ditegur, salah seorang teman saya mengatakan bahwa ia mendapatkannya dari saya. Saya pun berusaha membela diri, saya berkata, “Saya tidak makan, Bu! Saya cuma membagi.” Karena jawaban saya ini, saya dianggap “dalangnya” oleh ibu guru. Beliau menegur saya, “Kamu ini anak pendeta, koq tidak memberi contoh yang baik!”

Sebagai hukumannya, saya harus membawa permen butter nut sebanyak satu bungkus besar dan meletakkannya di kantor guru pada keesokan harinya. Anak pendeta juga sama dengan anak-anak yang lain, kami bisa nakal, bisa usil, bisa tidak menguasai pelajaran tertentu, dan sebagainya. Kami juga berhak bertumbuh dengan wajar tanpa ada tekanan.

Seorang hamba Tuhan bernama Jeff Hammond di dalam bukunya yang berjudul “Kepemimpinan yang Sukses” berkata bahwa: “Anak-anak hamba Tuhan mendapat tekanan yang tidak diingininya karena ekspektasi orang lain terhadap mereka. Oleh karena itu, beri mereka pertolongan dan dorongan semangat, supaya mereka sanggup memikul beban itu. Tekanan-tekanan dari orang-orang sekitar telah menyebabkan anak-anak hamba Tuhan menjauh dari Tuhan.”

Jika kita membaca dengan teliti, ada 3 tipe anak Imam di dalam Alkitab:

1. HOFNI & PINEHAS (Anak Imam yang tidak takut Tuhan)

Adapun anak-anak lelaki Eli adalah orang-orang dursila; mereka tidak mengindahkan Tuhan…” (I Samuel 2:12).

Zaman itu, I Samuel 3:1 berkata bahwa Firman Tuhan jarang dan penglihatan tidak sering. Ini kemungkinan besar disebabkan oleh dosa yang dilakukan oleh anak-anak Imam Eli, sehingga Allah harus memakai seorang anak kecil yaitu Samuel sebagai perantara-Nya. Anak-anak Imam Eli tidak bisa menjadi contoh bagi Samuel yang kala itu tinggal bersama-sama dengan mereka.

Banyak anak pendeta yang juga tidak bisa menjadi contoh bagi lingkungan sekitarnya, ada yang masih terikat dengan narkoba, kriminalitas, dan lain sebagainya.

Salah satu faktor yang berpengaruh adalah figur ayah di dalam hidup mereka. Ada ayah yang seperti Imam Eli, sabar tetapi tidak tegas ketika anak-anak mereka melakukan pelanggaran. Sebaliknya, ada ayah yang otoriter, sehingga membuat luka di hati anak-anaknya. Seorang dosen saya pernah berkata, “Jika di gereja menjadi pendeta, tetapi jika di rumah menjadi pendekar.” Karena sikap yang kotradiksi ini seorang teman saya, anak seorang pelayan Tuhan berkata, “Buat apa saya ke gereja, yang penting saya berbuat baik dan tidak menyakiti orang, daripada seperti ayah saya yang begitu rohani jika di gereja, tetapi berbeda karakternya jika di rumah.”

Atau mungkin mereka memiliki ayah yang baik, tetapi ayah mereka terlalu sibuk dengan berbagai pelayanan: khotbah, pemberkatan nikah, besuk, KKR di luar kota, mengajar Sekolah Alkitab, dan sebagainya. Ia sibuk melayani jemaat dan mendidik murid-muridnya tetapi lupa untuk melayani dan mendidik anaknya sendiri.

2. ELEAZAR (Anak Imam yang Dipilih Allah)

Maka orang Israel berangkat dari Beerot Bene-Yaakan ke Mosera; di sanalah Harun mati dan dikuburkan; lalu Eleazar, anaknya, menjadi imam menggantikan dia.” (Ulangan 10:6)

Harun adalah seorang imam yang bisa dikatakan memiliki track record yang tidak begitu bagus. Dia pernah bersama Miriam memberontak terhadap Musa sebagai pemimpin, dia juga seorang imam yang tidak tegas terhadap bangsa Israel, sehingga penyembahan terhadap patung anak lembu emas terjadi, dan ia juga tidak percaya kepada janji Tuhan (Bilangan 20:12), sehingga dia tidak bisa memasuki tanah Kanaan. Namun, ketika Harun mati dan digantikan oleh putranya yang ketiga yaitu Eleazar, Alkitab mencatat bahwa Eleazar adalah imam yang begitu setia mendampingi dua pemimpin bangsa Israel, baik ketika di bawah kepemimpinan Musa maupun di bawah kepemimpinan Yosua.

Imam Eleazar memiliki seorang anak yang bernama Pinehas yang juga menggantikan ayahnya sebagai imam. Jika kita membaca nama “Pinehas”, maka kita pasti berpikir bahwa nama ini sama dengan nama salah satu anak Imam Eli, tetapi karakter mereka sungguh berbeda. Nama Imam Pinehas disebutkan beberapa kali di dalam Alkitab termasuk dalam kitab Mazmur (Mazmur 103:30).

Anak pendeta bisa dipakai Tuhan bahkan lebih dari ayahnya, baik dalam pelayanannya, kepemimpinannya, kepribadiannya, kerohaniannya, penggembalaannya, dan lain sebagainya. Jika panggilan sebagai pendeta di dalam diri anak seorang pendeta itu benar-benar berasal dari Tuhan, maka kemanapun mereka pergi, tentu tidak akan bisa dihindari.

3. BENAYA (Anak Imam Kepercayaan Raja)

Itulah yang diperbuat Benaya bin Yoyada; ia mendapat nama di antara ketiga puluh pahlawan itu. Sesungguhnya, di antara ketiga puluh orang itu ia paling dihormati, tetapi ia tidak dapat menyamai triwira. Dan Daud mengangkat dia mengepalai pengawalnya.” (I Tawarikh 11:24–25)

Benaya adalah anak Imam Yoyada, imam besar Bait Allah di Yerusalem pada masa pemerintahan Raja Ahazia, Atalya, dan Yoas. Benaya ini bisa dikatakan anak seorang pendeta gereja besar di Yerusalem, namun Benaya tidak menjadi pendeta seperti ayahnya. Benaya menjadi orang yang dipercaya oleh Daud untuk menjadi pemimpin ketiga puluh pahlawan Daud (I Tawarikh 27:5–6). Ia menjadi kepala pasukan khusus pengawal raja, mungkin saat ini sama seperti Komandan Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden).

Anak pendeta tidak harus menjadi seorang pendeta, tetapi bisa menjadi seorang yang dipercaya di dalam pekerjaannya, dipercaya oleh pemimpinnya, dipercaya oleh rekan kerjanya, dipercaya oleh keluarganya, dan dipercaya oleh masyarakat khususnya jika ia duduk dalam lembaga pemerintahan sebagai penentu kebijakan dimana profesi ayahnya sebagai pendeta sulit untuk masuk di dalamnya.

Ia bisa menjadi seorang intelektual Kristen yang mewakili gereja menyatakan kebenaran, dan melalui hidupnya orang bisa melihat betapa Tuhan Yesus itu baik.

Kita tidak bisa memilih kita akan lahir sebagai anak pendeta atau bukan, tetapi sebagai anak-anak pendeta kita bisa menjadi apa saja asalkan untuk kemuliaan Tuhan, karena hidup dalam takut akan Tuhan itu bukan pilihan melainkan keputusan.

Janganlah ada seorang pun menganggap engkau renadah karena engkau muda. Jadilah teladan bagi orang-orang percaya, dalam perkataanmu, dalam tingkah lakumu, dalam kasihmu, dalam kesetiaanmu dan dalam kesucianmu.” (I Timotius 4:12).

Amin.

Oleh: Lenny Sifera Neman, A.Md

(Artikel ini sebelumnya pernah dimuat di Tabloid Rohani KELUARGA, Maret 2011, halaman 40, PT. Anugrah Panca Media, Jl. Embong Sawo 2 Surabaya.)

--

--

Lenny Sifera Neman

Every season in my life has its own story, through ups and downs, laughter and tears. Yet, His love and guidance are perfect and never change. Psalm 37:23-24